Uang kertas tertua di Indonesia
tercatat keluar pada tahun 1782, dimana peredarannya hanya terbatas di kawasan
Ambon, Banda, Batavia / Jakarta dan Ternate. Bentuk uang kertas ini sangat
sederhana sekali, mirip bon atau pamflet kecil, dan dapat dikatakan sebagai
uang "sebelah" karena hanya dicetak dibagian muka dengan menggunakan
mesin stensil, sedangkan bagian belakang masih dibiarkan kosong. Uang ini
dicetak dalam jumlah sedikit. Peredarannya hanya terbatas pada kalangan Belanda
dan orang pribumi tertentu (golongan ningrat / bangsawan / pedagang ). Seperti
uang kertas masa kini, uang tersebut pun memiliki tanda tangan dan stempel
penguasa saat itu, yaitu VOC.
Uang ini dikeluarkan sampai tahun 1855 dan sedikit demi sedikit ada perbaikan di bidang bentuk dan penampilan, dan mulai memiliki nilai nominal dan pengamanan, seperti uang kertas 1 Gulden 1815 seri "Kreasi", dimana sudah menggunakan ornamen sebagai garis tepi (border), sudah menggunakan pengamanan karena kertas uang yang digunakan adalah kertas bergaris, dan yang menarik disini adalah telah digunakan bahasa Arab-Melayu dan bahasa Belanda.
Javasche Bank adalah instansi yang
berperan aktif dalam hal moneter di Hindia Belanda setelah kejatuhan VOC.
Mereka mulai ambil bagian pada tahun 1828, dimana mereka mengedarkan satu seri
biljet Javasche Bank yang masih berupa uang "sebelah", tapi sudah
semakin maju, dimana setiap mata uang yang dikeluarkan sudah memiliki nomer
seri dengan tulisan tangan, dan pada tahun 1832 dikeluarkan seri Tembaga,
dimana uang kertas ini mirip dengan kwitansi yang kita kenal sekarang. Pada
tahun 1846 diedarkan uang seri "Recipes", kemudian tahun 1851 diedarkan
uang seri "biljet Javasche Bank".
Uang ini dikeluarkan sampai tahun 1855 dan sedikit demi sedikit ada perbaikan di bidang bentuk dan penampilan, dan mulai memiliki nilai nominal dan pengamanan, seperti uang kertas 1 Gulden 1815 seri "Kreasi", dimana sudah menggunakan ornamen sebagai garis tepi (border), sudah menggunakan pengamanan karena kertas uang yang digunakan adalah kertas bergaris, dan yang menarik disini adalah telah digunakan bahasa Arab-Melayu dan bahasa Belanda.
Sedangkan
uang kertas yang lengkap dan utuh, dimana kedua permukaanya terisi penuh dengan
gambar / huruf / ornamen seperti umumnya uang kertas masa kini, baru muncul
sekitar tahun 1864 dengan dikeluarkan seri "Bingkai / Frame" tulisan
dan ornamen yang ada tidak lagi didominasi dengan warna tinta hitam, melainkan
sudah bervariasi dengan penggunaan beranekaragam warna, dan sudah menggunakan
teknologi modern "tanda air / watermark" berupa tulisan
"Javasche Bank".
Ciri khas yang mendominasi
pada uang kertas Hindia Belanda pada periode ini adalah digunakan gambar /
potret "Jan Pieterszoon Coen" baik berupa gambar kepala ataupun
lengkap seluruh badan. Jan Pieterszoon Coen adalah Gubernur Jendral yang
berpengaruh pada tahun 1618–1629, dimana dia adalah pendiri kota Batavia yang
sebelumnya bernama Jacatra dan sekarang bernama Jakarta. Dibawah
kepemimpinanya, VOC berhasil menguasai kepulauan Nusantara dengan politiknya
yang terkenal "Devide et Impera" (Politik adu domba). Seri ini
berlanjut dengan dikeluarkan seri "Coen 1" pada tahun 1901.
Pada tahun 1933,
Javasche Bank mengeluarkan seri uang bergambar "wayang orang" dengan
nominal pecahan 5 gulden sampai 1.000 Gulden. Penampilan uang kertas ini sangat
indah dibandingkan dengan uang kertas Hindia Belanda lainya, dimana secara grafis
uang ini kaya akan warna dan sangat artistic
Pada tahun 1940 keluar lagi uang kertas Hindia
Belanda seri Munbiljet, dimana yang menarik dari seri ini adalah pada pecahan 1
guldennya di bagian belakangnya menggunakan gambar "Stupa candi
Borobudur", dan mungkin pada saat itu pemerintahan Hindia Belanda mengakui
keindahan candi Borobudur dan mengabadikannya di dalam uang kertasnya.
0 komentar:
Posting Komentar